DARI MAHAKAM KE MUARA KAMAN: PESERTA FESTIVAL MEMORY OF YUPA SUSUR SUNGAI DAN SEJARAH

Tenggarong, 20 November 2025 – Rangkaian kegiatan Festival Memory of Yupa Muara Kaman resmi dimulai dengan agenda susur Sungai Mahakam menggunakan Kapal Wisata Pesut Bentong. Para peserta diberangkatkan dari Dermaga Tenggarong menuju Situs Muara Kaman untuk mengikuti program “Ngapeh On The River”, sebuah perjalanan edukatif yang menggabungkan pengalaman budaya dengan diskusi sejarah. Kegiatan dilaksanakan pada hari Senin, (17/11).

Perjalanan menyusuri Mahakam ini menghadirkan suasana hangat dan akrab, sekaligus membuka ruang pengetahuan tentang jejak peradaban Kutai. Kegiatan dipandu oleh Dea Natasya, yang turut membangun interaksi dinamis antara peserta dan para narasumber.

Tiga narasumber hadir memberikan pemaparan inspiratif, yaitu:

  • Erwan Riyadi, Pendiri Gerakan Literasi Kutai.
  • Dr. Mukhlis Paeni, Ketua Dewan Pakar Memory of the World Indonesia – UNESCO.
  • Awang Rifani, Budayawan Kukar.

Dalam penyampaiannya, Erwan Riyadi menyoroti pentingnya memahami kembali literasi masa lalu. Ia menyampaikan bahwa kemungkinan besar terdapat tulisan-tulisan lain sebelum Yupa ditemukan. “Kami percaya bahwa ada tulisan sebelum itu, hanya saja mungkin belum ditemukan. Yang kita temukan hari ini baru tujuh Yupa itu,” ujarnya. Ia menjelaskan bahwa tulisan pada Yupa merupakan karya literasi pada zamannya khas, kuat, dan cenderung hiperbolik sebagaimana gaya bahasa masa itu.

Sementara itu, Awang Rifani menekankan bahwa tradisi menulis sebenarnya telah mengakar kuat di Nusantara, khususnya di Kutai, sejak lebih dari 1.500 tahun lalu. Ia mengingatkan bahwa kelestarian tradisi tersebut bergantung pada generasi hari ini. “Kalau kita tidak melanjutkan tradisi ini, tradisi menulis itu akan punah, dan akan dilakukan oleh orang lain. Kalau kita tidak menulis, orang lain yang akan menuliskan tentang kita,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi refleksi penting tentang pentingnya produksi pengetahuan dari dalam daerah sendiri, bukan sekadar menjadi objek tulisan pihak luar.

Dalam kesempatan yang sama, Dr. Mukhlis Paeni menegaskan bahwa deposit budaya harus terus diolah agar tidak hilang dari ingatan kolektif bangsa. “Deposit budaya kalau tidak diolah, ia akan habis dan dilupakan orang. Ketika dilupakan, kita bukan hanya kehilangan wawasan budaya, tetapi juga kehilangan harga diri sebagai bangsa,” ucapnya. Ia menekankan bahwa berbeda dengan deposit tambang yang habis ketika digarap, deposit budaya justru akan hilang jika tidak diolah.

Dr. Mukhlis juga menyampaikan bahwa tidak banyak wilayah di Indonesia yang memiliki nilai geopolitik dan jejak sejarah kuat seperti Muara Kaman, diyakini sebagai lokasi lahirnya Kerajaan Kutai. “Muara Kaman adalah tambang budaya dan tambang sejarah yang harus terus diolah,” tegasnya. Ia juga menegaskan bahwa nilai Yupa terletak pada informasi sejarah yang dikandungnya, bukan semata pada bentuk fisiknya. Pemahaman terhadap ketujuh Prasasti Yupa perlu dilakukan secara komprehensif, meliputi transliterasi, deskripsi, hingga konteks budaya masa itu. “Jika ini dapat dilakukan, Yupa Muara Kaman akan kembali menjadi sorotan dunia, tidak hanya akademis tetapi juga ekonomi kreatif dan industri budaya,” jelasnya.

Melalui dialog ringan namun bermakna, perjalanan ini menjadi ruang refleksi mengenai sejarah, budaya, serta upaya menjaga peradaban Nusantara. Sungai Mahakam, yang dahulu menjadi nadi kehidupan dan jalur peradaban, kembali dihadirkan sebagai jalur pengetahuan yang menghubungkan masa lalu dan masa kini.

Secara keseluruhan, kegiatan ini diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran peserta terhadap nilai sejarah Sungai Mahakam dan Muara Kaman, memperkuat kecintaan terhadap budaya Kutai Kartanegara, serta mendorong lahirnya program edukasi dan pariwisata berbasis budaya yang berkelanjutan.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terbaru